Jumat, 04 April 2014

WACANA

ririnnida.umk.ekonomi.blogspot.com

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar belakang
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat tersebut. Kali ini kita akan membahas lebih dalam tentang konsep dasar wacana. Dalam hal ini banyak hal yang akan di bahas dalam konsep dasar wacan antara lain,  hakikat wacana yakni banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Kemudian persyaratan terbentuknya wacana yaitu harus satuan gramatikal, satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap, untaian kalimat-kalimat, memiliki hubungan proposisi, memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan, memiliki hubungan koherensi, memiliki hubungan kohesi, rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi, bisa transaksional juga interaksional,  medium bisa lisan maupun tulis, sesuai dengan konteks. Lalu konteks wacana yaitu ada beberapa konteks dalam wacana antara lain adalah wacana lisan dan wacana tulis. Lalu ada lagi yaitu jenis-jenis dalam wacana antara lain wacana ekspresif, wacana fatis, wacana informasional, wacana estetik, dan wacana direktif. Kemudian membahas juga tentang peristiwa berbahasa dan tidak berbahasa, tentang prinsip-prinsip analisis wacana yaitu dalam studi wacana tidak hanya menelaah bagian-bagian bahasa sebagai unsur kalimat, tetapi juga harus mempertimbangkan unsur kalimat sebagai bagian dari kesatuan yang utuh.

1.2  Rumusan masalah
  1. Hakikat Wacana
  2. Persyaratan terbentuknya Wacana
  3. Konteks Wacana
  4. Jenis-jenis Wacana
  5. Peristiwa berbahasa dan tidak berbahasa
  6. Prinsip-prinsip Analisis Wacana
  7. Implikasi Wacana dalam pembelajaran
1.3  Manfaat penulisan
  1. Mengetahui hakikat Wacana
  2. Mengetahui persyaratan terbentuknya wacana
  3. Mengetahui konteks Wacana
  4. Mengenal peristiwa berbahasa dan tidak berbahasa
  5. Mengetahui rinsip-prinsip Analisis Wacana
  6. Memahami Implikasi Wacana dalam pembelajaran











BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Wacana
Pengertian wacana dapat di lihat dari berbagai segi. Dari segi sosiologi, wacana menunjuk pada hubungan konteks sosial dalam pemakaian bahasa, sedangkan dari segi linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat
Pengertian wacana menurut beberapa ahli
1)        Hawthorn (1992) mengemukakan pengertian wacana merupakan komunikasi yang terlihat sebagai sebuah pertukaran diantara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya.
2)        Roger Fowler (1997) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang di lihat dari titik pandang kepercayaan,dan nilai.
3)        Alwi dkk (2003) wacana adalah rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan
Kridalaksana membagi wacana menjadi 4 yaitu :
1)        Wacana langsung adalah wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi.(tanda baca yang di gunakan dalam penulisan kalimat)
2)        Wacana pembeberan adalah wacana yang tidak mementikan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan,dan bagian-bagiannya di ikat secara logis.
3)        Wacana penuturan adalah wacana yang mementingkan urutan waktu,di tuturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku,dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi.
4)        Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip secara harfiah kata-kata yang di pakai oleh pembicara, mempergunakan kontruksi grematikal atau kata tertentu. Seperti kata bahwa.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai batasan wacana di atas pengertian wacana adalah satuan bahasa lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau keruntutan antar bagian (kohesi), keterpaduan (koheren), dan bermakna (meaningful), digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.       Berdasarkan pegertian tersebut, persyaratan terbentuknya wacana adalah penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran).  Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).

B.   Syarat-syarat Wacana
Untuk dapat berdiri sebagai wacana, beberapa ahli wacana menyebutkan syarat-syarat yang relatif beragam, tetapi tidak bertentangan dan justru saling melengkapi. Wacana akan terbentuk apabila memenuhi persyaratan (1) topik, (2) tuturan pengungkap topik, (3) kohesi dan koherensi, (4) tujuan (fungsi), (5) keteraturan, dan (6) konteks dan ko-teks.
Menurut Oka dan Suparno (1994:260-270) ada tiga persyaratan pokok yang menentukan terbentuknya wacana, yaitu (1) topik, (2) tuturan pengungkap topik, dan (3) kohesi dan koherensi. Sebuah wacana, menurut Widowson (1978:22) mempunyai dua hal penting, yaitu proposisi (sejajar dengan topik) dan tindak tutur (tuturan pengungkap topik).
Sebuah wacana mengungkapkan satu jenis proposisi, yakni topik atau persoalan yang ditutur oleh peserta tutur. Pada saat mengekspresikan proposisi, peserta tutur itu melakukan tindak tutur tertentu (tuturan pengungkap topik), misalnya tindak ilokusi.
Sebuah wacana biasanya ditata secara serasi dan ada kepaduan antara unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana (kohensi), sehingga tercipta pengertian yang baik (koherensi). Unsur kohesi tersebut misalnya dicapai dengan hubungan sebab-akibat, baik antarklausa maupun antarkalimat (Depdikbud, 1988:343-350).
Tindak tutur dalam peristiwa komunikasi mempunyai tujuan atau fungsi tertentu. Fungsi tersebut menurut van Ek (dalam Hatch, 1992:131-132) untuk (1) tukar-menukar informasi faktual, misalnya untuk mengenali sesuatu, bertanya, dan melaporkan, (2) mengungkapkan informasi intelektual, misalnya: tahu--tidak tahu, ingat--tidak ingat, setuju—tidak setuju, (3) mengungkapkan sikap atau emosi tertentu, misalnya: berminat—kurang berminat, heran—tidak heran, takut—tidak takut, simpati—tidak simpati, cemas—tidak cemas, dan sejenisnya, (4) mengungkapkan sikap moral, misalnya: minta maaf, merasa menyesal, (5) meyakinkan atau mempengaruhi, misalnya memberi saran, memberi nasihat, atau memberi peringatan, (6) asosiasi, misalnya: memperkenalkan dan menyapa.
                Sebuah wacana baik lisan maupun tulis mempunyai keteraturan, baik keteraturan formal (kohesi) maupun keteraturan pola pikir lewat logika isi (koherensi). Kohesi diperlukan utuk menata keteraturan pola pikir lewat kaidah bahasa secara formal. Pada koherensi, keteraturan wacana dimunculkan lewat penataan pola pikir sistemis dan masuk akal.               
                Sebuah wacana hadir dalam konteks tertentu. Konteks wacana terbentuk dari beberapa unsur, yaitu situasi pembicaraan, pembicara, pendengar, waktu, topik, tempat, adegan, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan saluran wicara. Bentuk amanat yang dimaksud dapat berupa surat, esai, iklan, pemberiatahuan, atau pengumuman. Kode adalah bahasa yang dipakai dalam wacana, misalnya bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan sebagainya. Saluran wicara yang dimkasud adalah media yang digunakan untuk memproduksi wacana, misalnya: telepon, televisi, dan radio.

C.   Ciri-ciri wacana
Syamsuddin (1992:5) menjelaskan ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut :
  1. Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulis atau rangkaian tindak tutur
  2. Wacana mengungkap suatu hal (subjek)
  3. Penyajian teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya
  4. Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu
  5. Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental
D.   Jenis-Jenis, Ciri-Ciri dan Contoh Wacana
1.    Narasi
Narasi adalah salah satu jenis wacana yang berusaha menceritakan/ mengisahkan suatu kejadian yang terjadi dalam suatu rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu secara kronologis.
Ciri-ciri Narasi
1)   Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan
2)   Di rangkai dalam urutan waktu
3)   Menceritakan
Contoh Wacana narasi
Saya terlambat ke sekolah hari ini karena bangun kesiangan. Tiba di sekolah pukul 7.45, sehingga saya di tegur oleh guru piket. Dan ketike masuk ke ruangan bahasa inggris saya di larang masuk karena waktu untuk yang kesiangan telah habis.
2.    Deskripsi
Deskripsi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha untuk melukiskan atau menggambarkan dengan kata-kata, wujud atau sifat lahiriah dari suatu obyek. Deskripsi merupakan salah satu teknik menulis menggunakan detail dengan tujuan membuat pembaca seakan-akan berada di tempat kejadian, ikut merasakan, mengalami, melihat dan mendengar mengenai satu peristiwa atau adegan.
Ciri-ciri Deskripsi
1)   Menggambarkan atau melukiskan sesuatu.
2)   Penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera.
3)   Membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri.
Contoh Wacana Deskripsi
Kilometer nol, sebuah lambing
Sebuah tugu di ujung utara pulau aceh, berdiri tegak setinggi delapan meter. Landasannya, beton berteratak mirip tangga bersusun lima. Dengan panjang dan lebar sekitar enam meter . tentu itu terletak di sebuah semak belukar di bilangan jaboi, kotamadya Sabang.
Itulah kilometer nol Indonesia. Berada di tugu itu, terasa sesuatu merayap di kalbu, perasaan keindonesiaan . lagu patriotic dari Sabang sampai Marauke seakan-akan terngiang –ngiang di telinga. Kita sedang menginjak setapak tanah di ujung paling barat Nusantara
Lambang Garuda begitu megah bertenger di puncak tugu. Di bawah kai Sang Garuda, ada relief yang melukiskan untaian zamrud kepulauan di indonesia. Memang, sempat timbul tanda tanya, apakah kilometer nol Indonesia ini benar menjadi ukuran pasti di mulainya bentangan jalan raya dari ujung Barat Indonesia ke Timur. Akan tetapi, berada di titik itu, slogan Sabang sampai Marauke tiba-tiba menjadi sangat bermakna.
3.    Eksposisi
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang di mana isinya di tulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat
Ciri-ciri Eksposisi
a)   Data faktual yaitu suatu kondisi yang benar-benar terjadi, ada dan dapat bersifat historis tentang bagaiman asuatu alat kerja, bagaimana suatu peristiwa terjadi, dan sebagainya.
b)   Suatu analisis atau penafsiran objektif tehadap seperangkat fakta
c)    Fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian.
Contoh Wacana Eksposisi
Jatuhnya pesawat berkapasitas 266 penumpang airbus A300-600 merupakan peristiwa kedua bagi American Airlines beberapa detik lepas landas dari bandara udara internasional O’Hare Chicago, tiba-tiba mesin kiri lepas dari dudukannya. Pilot tidak bisa mengendalikan pesawat akibat keseimbangan pesawat mendadak berubah dengan jatuhnya mesin berbobot sekitar 5 ton. Pesawat mendarat dan menghujam tempat parkir kendaraan 31 detik kemudian 271 penumpang plus awak tewas seketika.
Kecelakaan lain menyangkut mesin copot dialami oleh pesawat kargo EI-Al milik flag carier Israel, 4 Oktober 1992. Mesin nomor empat atau yang paling ujung pada sayap kanan, tiba-tiba lepas akibat dua fuse-pin ( baut dudukan mesin ) lepas. Di susul kemudian oleh mesin nomor tiga. Mendadak kehilangan dua mesin, pilot tidak dapat mengendalikan pesawat dan menabrak gedung bertingkat di Amsterdam, Belanda. Empat awak tewas berikut 47 penghuni flat yang di tabrak.
4.    Argumentasi
Argumentasi adalah jenis karangan yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan atau pendapat penulis yang umumnya berasal dari hasil pengamatan,wawancara,penelitian penulis sendiri atau orang lain dengan di sertai bukti dan fakta.
Ciri-ciri Argumentasi
a)   Menjelaskan pendapat agar pembaca yakin
b)   Memerlukan fakta untuk pembuktiannya
c)    Menggali sumber ide dari pengamatan,pengalamn dan penelitian
Contoh Wacan Argumentasi
Menurut Iskandar, sudah saatnya masyarakat mengubah paradigma agar lulus SMP langsung masuk SMA. Kalau memang lebih berbakat pada jalur profesi sebaiknya memilih SMK. Dia mengingatkan sejumlah resiko bagi lulusan SMP yang sembarang melanjutkan sekolah. Misalnya lulusan SMP yang tidak mempunyai bakat minat ke jalur akademik sampai perguruan tinggi , tetapi memaksakan masuk SMA. Dia tidak akan lulus UAN karena sulit mengikuti pelajaran di SMA. Tanpa lulus UAN mustahil bisa sampi perguruan tinggi. Pada akhirnya mereka akan menjadi pengangguran karena peljaran SMA tidak memberi bekal untuk bekerja.
5.    Wacana Persuasi
Paragraf persuasi adalah bentuk karangan yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang, baik pembaca maupun pendengar agar melakukan sesuatu yang dikehendaki penulis. Salah satu bentuk paragraf persuasi yang dikenal secara umum adalah propaganda yang dilakukan berbagai badan, lembaga, atau perorangan.
Ciri Ciri Paragraf Persuasi
1.    Ada kata ajakan
2.    Pemberi Informasi menempatkan diri di posisi anda (soelah merasakan hal yang sama seperti ketidaknyamanan atau kegelisahan yang anda rasakan agar mendapat perhatian anda)
3.    Tujuan dan ajakannya jelas
Berikut ini adalah contoh - contoh paragraf persuasi :
# Contoh 1
Banyak orang yang meremehkan sampah. Bahkan, tidak terpikirkan hal yang akan ditimbulkannya. Walaupun tempat sampah banyak disesidakan, tetapi kepedualian seseorang terhadap sampah sangat kurang. Sebagai siswa, kamu sebaiknya menyadari dan memiliki sikap peduli terhadap sampah. Oleh karena itu, buanglah sampah pada tempat sampah.
# Contoh 2
Kebersihan adalah hal terpenting dalam kehidupan. Tanpa kebersihan, mungkin dunia kita akan dipenuhi dengan sampah. Dimana - mana terjangkit beragam jenis penyakit yang akan menghantui manusia. Beragam bencana pun akan timbul. Oleh karena itu, marilah kita ciptakan kebersihan dimanapun kita berada.
# Contoh 3
Tidak dapat disangkal bahwa praktik berpidato menjadi semakin "obat kuat" untuk membangun rasa percaya diri. Jika rasa percaya diri itu sudah besar, kita dapat tampil tenang tanpa digoda rasa malu, takut, dan grogi. Ketenangan inilah yang menjadi modal utama untuk meraih keberhasilan pidato. Oleh karena itu, marilah kita melaksanakan praktik berpidato agar kita segera memperoleh ketrampilan atau bahkan kemahiran berpidato
# Contoh 4
Penggunaan pupuk kimia memang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Penggunaan pupuk kimia juga dapat memberikan keuntungan yang melimpah bagi petani dari hasil panen. Tapi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pupuk kimia sangat berbahaya karena dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan. Selain itu penggunaan pupuk kimia juga dapat membuat buah yang dihasilkan terkontaminasi dengan pupuk kimia ini sehingga kualitasnya berkurang. Oleh sebab itulah beralihlah ke pupuk kompos yang murah dan terjangkau juga aman bagi hasil panen
# Contoh 5
Banjir telah menjadi masalah umum masyarakat Jakarta. Banyak sekali kerugian yang diakibatkan oleh bencana alam banjir mulai dari kerugian material dan juga kerugian non material . Namun perlu kita sadari penyebab banjir sendiri ialah ulah manusia yang selalu merusak alam. Mulai dari penebangan pohon liar , membuang sampah sembarangan sampai mengotori sungai. Oleh karena itu agar kejadian banjir ini tidak terulang lagi perlu adanya sikap nyata dari kita untuk menjaga lingkungan.

E.    Klasifikasi Wacana
Wacana yang merupakan suatu disiplin ilmu yang luas dan kompleks memiliki bagian-bagian yang kecil atau klasifikasinya, berikut akan diuraikan klasifikasi menurut para ahli.
Chaer (2003:272) mengatakan bahwa pelbagai jenis wacana sesuai dengan sudut pandang dari mana wacana itu dilihat, diantara lain: (1) wacana lisan dan tulisan, hal ini berkenaan dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis. (2) wacana prosa dan wacana puisi, dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah dalam bentuk puitik. Selanjutnya, wacana prosa ini dilihat dari penyampaian isinya dan dibedakan lagi menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi.
Pendapat lain dari Juita (1999:50-55) menggolongkan wacana lebih terperinci dan berkelompok-kelompok, yaitu:
1.        Klasifikasi Wacana Berdasarkan tujuan
Maksudnya adalah si pembuat wacana membuat waca untuk tujuan-tujuan tertentu, mungkin untuk pemuasan atau pengekspresian dirinya, untuk mempengaruhi orang lain atau untuk menginformasikan sesuatu kepada orang lain. Berdasarkan pengelompokkan ini  Kinneavy dalam Parera (1990:114) (dalam Juita 1999:50-55) membedakan empat kelompok wacana berdasarkan tujuannya, yaitu:
a)        Wacana Ekspresif
Wacana ekspresif adalah wacana yang lebih ditujukan kepada pembuat (penulis atau pembicara) itu sendiri. Wacana ini diciptakan oleh si pembuat untuk kepentingan dirinya sendiri. Tidak terlalu menghiraukan audiens. Wacana ini bersifat individual dan sosial. Misalnya, catatan harian, deklarasim dan lain-lain.
b)        Wacana Referensial
Wacana referensial adalah wacana yang lebih tertuju kepada penggambaran fakta atau realita dan data. Wacana ini tidak semata-mata ditujukan kepada decoder ataupun encoder, tetapi lebih mengutamakan kepada penyampaian fakta dan data secara akurat. Wacana ini dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu wacana referensial ekspositoris dan wacana referensial ilmiah.
c)         3.      Wacana Susastra
Wacana susastra berbicara sesuai dengan realitas untuk realitas itu sendiri. Dalam wacana ini yang dominan bukanlah realitas itu sendiri, akan tetapi paduan imajinasi pengarang hingga membentuk suatu rangkaian yang kompak . jadi, realitas objektif sudah diolah menjadi realitas imajinatif. Misalnya, novel, cerpen, dan lain-lain.
d)        4.      Wacana persuasive
Wacana persuasive adalah wacana yang memang diciptakan untuk decoder (pembaca atau pendengar). Tujuannya adalah untuk mempengaruhi. Misalnya iklan, pidato politik, khotbah, dan lain-lain.

2.        b.      Klasifikasi Wacana Berdasarkan Cara Pemaparan
Pengelompok berdasarkan pemaparan sama dengan tinjauan ini, cara penyususnan dan sifatnya. Wacana ini dapat digelongkan sebagai berikut:
1.      Wacana Naratif
Wacana naratif adalah wacana yang lebih menonjolkan peran tokoh. Kejadian atau peristiwa dirangkai atau dijalin sedemikian rupa melalui peran-peran yang dimainkan oleh para tokoh. Urutan peristiwa dirangkai atau dijalin oleh pelaku secara kronologis. Kekuatan wacana ini terletak pada urutan cerita.
2.      Wacana Prosedural
Wacana procedural adalah wacana yang menuturkan sesuatu secara berurutan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Unsur-unsur atau elemen-elemen yang ada tidak dapat dikacaukan urutanya, atau dibolak-balik. Urgensi unsur yang lebih dahulu merupakan landasan untuk unsur sesudahnya. Wacana ini dibuat untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara sesuatu bekerja, atau bagaimana proses terjadinya, atau bagaimana proses melakukan sesuatu.
3.      Wacana Hortatorik
Wcana ini adalah wacana yang berisi ajakan atau nasehat, dan kadang-kadang bersifat memperkuat keputusan supaya lebih meyakinkan. Wacana ini merupakan hasil atau produksi suatu waktu, dan bukan disusun berdaarkan urutan waktu.
4.      Wacana Ekspositoris
Wacana ekspositoris ini merupakan rangkaian tutur yang mengetengahkan atau memaparkan suatu pokok pikiran atau permasalahan yang dibahas dengan cara menguraikan bagian-bagian atau unsur-unsurnya sedetail mungkin. Wacana ini memberikan berbagai informasi sehigga pembaca atau pendengar paham dengan baik tentang masalah yang dikemukakan. Wacana ini dilengkapi dengan ilustrasi atau contoh.
5.      Wacana Deskriptif
Wacana ini merupakan rangkaian tutur yang melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman ataupun pengetahuan encoder. Wacana ini meransang seluruh indra decoder sehingga decoder merasa betul-betul menyaksikan objek, peristiwa, atau kejadian tersebut.

c.       Klasifikasi Wacana Berdasarkan Pelibat
Berdasarkan pelibata atau individu yang ikut serta di dalam wacana tersebut, maka wacana ini dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
1.      Wacana Monolog
Wacana monolog yaitu wacana yang secara langsung tidak menghendaki interaksi timbale balik antara encoder dan decoder. Wacana ini lebih didominasi oleh encoder, sedangkan decoder hanya bisa memberikan tanggapan, saran, ataupun pendapat. Akan tetapi, waktu tetap saja tersedia untuk decoder.
2.      Wacana Dialog
Wacana dialog adalah wacana yang menghendaki terjadinya interaksi timbal balik antara encoder dan decoder. Pembagian jatah waktu di antara keduanya sama. Karena itu tidak ada dominasi satu pihak saja. Wacana dialog ini selanjutnya dapat lagi dibagi menjadi dua bagian, yaitu wacana dialog sesungguhnya dan wacana dialog teks.

Wacana dialog sesungguhnya ini merupakan wacana dialog yang spontan dengan segala keadaan, tidak ada rekayasa dalam wacana tersebut. Wacana ini dapat pula dikatakan wacana alamiah, misalnya percakapan di warung kopi. Selanjutnya wacana dialog teks, yaitu wacana dialog yang direkayasa sedemikian rupa. Penutur tinggal menghafal apa yang tertera dalam teks percakapan. Misalnya teks drama.

d.      Wacana Berdasarkan Media
Berdasarkan media yang digunakan, wacana ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Wacana Lisan
Wacana lisan adalah wacana yang menggunakan bahasa lisan sebagai penyampaiannya. Wacana ini pada dasarnya diciptakan dalam waktu dan situasi yang nyata.  Oleh karena itu wacana ini dikaitkan dengan wacana interaktif.
2.      Wacana Tulisan
Wacana tulis adalah wacana yang menggunaka bahasa tulis sebagai media penyampaiannya. Wacana tulis ini dapat pula berwujud sepenggal ikatan percakapan dalam rangkaian percakapan yang lengkap yang telah menggambarkan suatu situasi, maksud, dan rangkaian penggunaan bahasa. Wujud lain dari wacana tulis ini dapat berupa teks atau bahan tertulis yang bebentuk paragraf.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Wacana adalah unit terbesar dari suatu kalimat di mana terjadi komunikasi lisan dan tulisan antara pembaca dan pengarang atau pembicara dan pendengar.
Adapun jenis-jenis wacana yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. Adapun pengertian dari narasi yaitu menceritakan peristiwa yang di susun secara kronologis, deskripsi yaitu penggambaran, eksposisi yaitu pemaparan/penjelasan, dan argumentasi yaitu pendapat atau opini.
B.     Saran
Adapun saran bagi pembaca antara lain:
1.      Bagi pembuatan wacana harus memperhatikan kohesif dan koherens di dalam sebuah wacana. Karena tanpa kohesif dan koherens kita tidak dapat memahami maksud atau tujuan yang ada di dalam sebuah wacana tersebut.
2.      Pembaca harus memperhatikan kaidah penulisan yang ada di dalam sebuah wacana.
3.      Dalam pembuatan wacana diharapkan tidak terdapat penyimpangan kata ataupun kalimat.

DAFTAR PUSTAKA


Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Eresko.
Eriyanto. 2009. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS Printing Cemerlang.
Kushartanti, Multamia dan Lauder, Untung Yuwono. 2008. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Syamsuddin A.R. 1992. Studi Wacana: Teori-Analisis Pengajaran. Bandung: FPBS IKIP Bandung.
Drs. A. Chaendar Alwasilah. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. 1990
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar